Medan, MPOL:Seorang
guru PPPK kini dalam perlindungan
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) RI yang menjadi korban penganiayaan dan penculikan oleh oknum pejabat di PT.Inalum yang diperbantukan di PT IAA bernama Achmad Deni bin Bachtiar (42) menangis histeris di depan Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda Sumut, Senin (30/9).
Baca Juga:
Pasalnya, laporan penganian atas dirinya dihentikan (SP3) penyidik Subdit IV
Renakta Polda Sumut.
Penghentian kasus dugaan penculikan dan penganiayaan yang dilakukan penyidik Subdit IV
Renakta itu berdasarkan Nomor: B/1898/IX/2024/Dit Reskrimum Polda Sumut.
Saat ditemui kuasa hukum korban, Kuna Silen SH.MH, merasa ada yang kejanggalan yang dilakukan penyidik Subdit IV
Renakta dalam menghentikan perkara dugaan kasus penculikan dan penganiayaan tersebut.
Pasalnya, korban ketika melapor ke SPKT Polda Sumut telah membawa bukti visum atas tindakan penganiayaan yang dialaminya. Perbuatannya itu dilakukan terduga pelaku Achmad Denni bin Backtiar.
"Berdasarkan keterangan ahli bahwa kasus itu bukan tidak pidana sehingga penyidik memutuskan menghentikan perkara tersebut. Padahal dalam peristiwa itu ada bukti rekaman video dan visum," ujarnya.
Kuna mengatakan, tidak diketahui apa alasan saksi ahli mengatakan kasus yang menimpa kliennya itu tidak tindak pidana penganiayaan dan penculikan.
"Saya sudah lama menjadi law year. Dalam kasus tindak pidana murni seperti penganiayaan dan penculikan belum pernah saya lihat keterangan saksi ahli menghentikan suatu kasus tindak pidana murni. Ada visum, ada saksi bahkan ada video yang sudah viral terjadi penganiayaan. Apa namanya itu kalau tidak penganiayaan dan penculikan," kata Kuna dengan nada heran.
Diapun meminta nurani Kapoldasu Irjen Whisnu Hermawan Februanto. "Klien saya sudah mengirim WA ke Kapoldasu namun tidak ada tanggapan bahkan kasusnya justru di SP3," ujarnya.
Karena tidak tahan selalu diteror dan diancam bahkan sampai ke sekolah tempatnya mengajar dipermalukan, sehingga korban meminta perlindungan ke
LPSK.
"Dari awal saya melihat ada kecurigan di polisi karena terduga pelaku datang ke Poldasu namun tidak respon dari polisi dan membiarkan pelaku padahal kami sudah membuat laporan," ujar Kuna.
Bahkan, sebut pengacara muda yang vokal membela kaum lemah itu mengatakan, setelah membuat laporan kliennya diculik pelaku namun ketika disampaikan ke polisi tidak ada respon. Justru polisi menyuruh kuasa hukumnya untuk mencari sendiri kliennya.
"Saya sudah laporkan kalau klien saya diculik dan saya berikan lokasi penculikan sesuai data google map namun tidak ada respon polisi," katanya.
Ironisnya, kata Kuna Silen, oknum penyidik Fismondev ada mendatangi sekolah tempatnya korban mengajar mencari data pribadi kliennya itu. "Saya ditelepon penyidik Fismondev Ditreskrimsus mengaku bernama Tito datang kesekolah mencari klien saya. Terus saya bilang apa urusan Fismondev dengan status klien saya. Terakhir, dia mengajak saya duduk ngopi," tambahnya.
Selain laporan penganiayaan dan penculikan, sambung Kuna didampingi timnya, ada dua laporan kasus berbeda terhadap pelaku, satu di Polres Deli Serdang dan di Polrestabes Medan. Namun, kedua kasus itu sampai sekarang jalan ditempat.
Kuna menerangkan, peristiwa itu terjadi pada Juni 2024 lalu ketika korban sedang berada di salah satu kafe di Kota Medan lalu datang terduga pelaku berusaha menculiknya dengan cara menyeret korban hingga terluka untuk masuk ke dalam mobil.
"Atas penghentian perkara itu nantinya penyidik Subdit
Renakta akan dilaporkan ke Bid Propam Polda Sumut karena ada kejanggalan dalam menangani kasus dugaan penculikan dan penganiayaan tersebut," terangnya antara korban dan terduga pelaku sebelumnya merupakan pasangan sirih.
Selain laporan sudah dikirim ke Kapoldasu, juga ke Kapolri, Komisi III DPR RI, Kompolnas dan Kadiv Propam.
Sementara itu korban TJP berharap adanya keadilan dari Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto karena kasus penculikan dan penganiayaan yang dialami telah dihentikan penyidik Subdit IV
Renakta Polda Sumut.
"Selama ini saya diancam dan akan dibunuh tetapi perkara laporan ku dihentikan penyidik Subdit
Renakta. Dimohon kepada Bapak Kapolda Sumut untuk memberikan rasa keadilannya," katanya.
Korban menambahkan, kalau Achmad Deni masih memiliki istri dan dicurigai masih memiliki istri simpanan.
"Selama kami masih bersama, dia datang hanya satu kali dalam sebulan itupun hanya untuk melakukan hubungan suami istri. Selama itupula saya hanya diberi nafkah sebesar Rp.800.000 setiap bulan. Itulah alasan saya memutus pisah ditambah pelaku sering bertangan besi," pungkasnya.
Kabid Humas Poldasu Kombes Hadi Wahyudi yang dikonfirmasi soal penghentian penyidikan kasus penculikan dan penganiayaan terhadap wanita TJP mengatakan kalau dirinya tidak ada mendapat data dari penyidik.
"Saya tidak tahu apa masalahnya, coba tanya ke Dirkrimum," ucapnya.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan