Medan, MPOL: Polda Sumut telah memintai keterangan pihak Kementerian ESDM RI melalui Kantor Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara Provinsi Sumatera Utara terkait
pertambangan Pasir Kuarsa oleh PT BUMI di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara.
Baca Juga:
Adapun yang memberikan keterangan adalah Suroyo ST yang menjabat sebagai Koordinator Inspektur Tambang pada Kantor Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara Provinsi Sumatera Utara.
"Atas laporan warga bernama Sunani, teman-teman di Inspektur Tambang dipanggil ke Polda Sumut untuk memberikan keterangan sebagai ahli (Bidang Pertambangan). Dan benar, telah terjadi
pertambangan di luar izin koordinat," jelas Suroyo kepada wartawan di kantornya Jl.Jamin Ginting, Senin (9/7).
Suroyo mengakui pihaknya sudah turun ke Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara melakukan kroscek.
"Kami (Inspektur Tambang), sudah melakukan peninjauan langsung ke lapangan di Desa Gambus Laut, dan sudah mengeluarkan surat teguran, untuk sanksinya dari Gubernur (Sumut)," jelasnya.
"Dalam prosesnya, Inspektur Tambang melakukan pengawasan izin
pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara Dinas Perindustrian Perdagangan ESDM Sumut murni mengurusi izin berusahanya." terang Suroyo.
Dijelaskan Suroyo, bahwa Unit Pemetaan (UP) yang ada di bawah naungan Dinas Perindustrian Perdagangan ESDM Provinsi Sumut juga sangat berperan penting dalam menentukan titik koordinat
pertambangan.
Dicecar soal reklamasi, Suroyo menjawab, reklamasi itu harus sesuai dengan dokumen yang diajukan (perusahaan penambang-red), lalu mendapat persetujuan dan sesuai dengan peruntukkannya.
"Reklamasi itu wajib (dilakukan perusahaan penambang). Jika reklamasi tidak dilaksanakan bisa diancam sanksi Pidana sesuai UU No.3 Tahun 2020," tegasnya.
BERLANGSUNG LAMA
Diketahui, aktivitas
pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara, sudah berlangsung lama.
Hingga pada sekitar Januari 2024 lalu, warga bernama Sunani (60), didampingi Pengacaranya, Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, melaporkan PT Jui Shin Indonesia dan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI) ke Polda Sumut, terkait dugaan pengerusakan lahan dan pencurian pasir kuarsa dari lahan Sunani seluas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut tersebut.
Terkait laporan Sunani tersebut, penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut telah menyita dua unit alat berat ekscavator milik PT Jui Shin Indonesia dari lokasi.
Kemudian, penyidik Polda Sumut sudah dua kali melayangkan surat panggilan kepada Dirut PT Jui Shin Indonesia yang juga Komisaris Utama PT BUMI, Chang Jui Fang namun tidak ditanggapi hingga saat ini.
Sementara itu, Legal PT Jui Shin Indonesia, Josua Purba mengakui kalau PT JSI tidak pernah terlibat dalam bidang
pertambangan namun dalam produksi keramik dan semen.
Hanya saja dia mengakui pasir kuarsa sebagai bahan meteril pembuatan keramik dan semen ada membeli dari PT BUMI. Sedangkan tanah Kaolin dibeli dari CV.Sambara.
"PT JSI hanya sebagai pembeli dan tidak pernah terlibat aktivitas
pertambangan. Demikian juga PT JSI dengan PT BUMI dan CV Sambara beda managemen," tegas Josua Purba.
Selain dilaporkan ke Polda Sumut, kerusakan lingkungan dan pencurian hingga terjadinya dugaan korupsi pada aktivitas
pertambangan tanah kaolin dan pasir kuarsa itu, masyarakat bernama Adrian Sunjaya (Anak Sunani), dengan menggandeng Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf juga sudah melaporkan ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK.
Mereka menilai, akibat
pertambangan diduga di luar koordinat itu, menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian pendapatan negara, terutama dari pajak.
Pengacara korban, Dr Darmawan Yusuf terkait keterangan saksi ahli dari Inspektur Tambang mengatakan jika benar diluar izin/koordinat tentunya semakin memperkuat dugaan tindak pidana yang terjadi.
"Keterangan saksi ahli tentunya semakin memperkuat bukti dugaan tindak pidana yang terjadi, ditambah penjebolan dari lokasi tambang sampai tembus ke sungai, meski kemudian tiba-tiba ditimbun, lalu lubang-lubang bekas galian yang tak direklamasi, jadi kita minta keseriusan APH terus mengembangkan kasusnya," ujar Dr Darmawan Yusuf lulusan Doktor hukum predikat cumlaude USU itu.
Adanya dugaan pekerja dilapangan akan ditumbalkan, Darmawan mengatakan, "Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability, apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan, dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak."
Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tidak Melaksanakan Reklamasi pascatambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda 100 miliiar rupiah.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan