Medan, MPOL-Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumatera Utara, Pdt.
Penrad Siagian, menegaskan penolakannya terhadap wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) seperti bupati, wali kota, dan gubernur melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Baca Juga:
Menurutnya, mekanisme tersebut merupakan langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia.
"Saya benar-benar menolak pemilihan kepala daerah dilakukan melalui anggota dewan. Itu jelas kemunduran demokrasi dan merampas kedaulatan rakyat," ujar
Penrad Siagian dalam pertemuan bersama sejumlah wartawan Medan, Selasa (17/12).
Penrad menduga wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak berasal dari aspirasi rakyat, melainkan sengaja dimunculkan oleh elite politik. Meski ia mengakui pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki tantangan besar, termasuk biaya yang tinggi dan praktik politik uang (money politics), Penrad menegaskan bahwa solusi tidak boleh mengorbankan prinsip demokrasi.
"Kedaulatan ada di tangan rakyat, sehingga pemilihan kepala daerah harus tetap dilakukan secara langsung. Ini soal hak rakyat untuk memilih pemimpinnya," ujarnya.
Untuk mengatasi maraknya politik uang dalam pemilihan langsung, Penrad meminta para elite politik dan anggota parlemen untuk introspeksi diri serta menunjukkan keberanian dalam menolak praktik tersebut. Ia menilai bahwa akar masalah dari politik uang justru muncul dari perilaku para elite politik itu sendiri.
Penrad juga menyebut yang harus diperbaiki itu elite politiknya. Jika benar-benar ingin menciptakan pemilu yang bersih dengan menghentikan politik uang.
" Jangan hanya sibuk mencari simpati menjelang pemilu dengan membagi-bagikan uang, sementara selama lima tahun tidak memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, Penrad menekankan bahwa memerangi politik uang harus dilakukan dengan memperkuat penegakan hukum yang ada. Menurutnya, sanksi tegas terhadap pelaku politik uang harus benar-benar diterapkan tanpa pandang bulu.
"Kita tidak bisa membakar kedaulatan rakyat hanya karena masalah politik uang. Itu bukan solusi. Yang harus diperbaiki adalah aturan dan penegakannya. Hukum harus ditegakkan dengan benar, sehingga praktik politik uang bisa diberantas," jelasnya.
Penrad menambahkan, politik uang cenderung menutup peluang bagi individu cerdas dan merakyat untuk masuk dalam lingkaran kekuasaan. Akibatnya, hanya mereka yang memiliki modal besar yang berpeluang menduduki jabatan strategis, baik di parlemen maupun eksekutif.
"Munculnya politik uang ini sebenarnya ulah para elite politik sendiri. Akibatnya, hanya orang-orang berduit yang bisa bersaing, sementara orang-orang cerdas dan peduli pada rakyat justru tersingkir," katanya.**
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News