Taput, MPOL -Diduga tidak profesional, tim kuasa hukum Paslon Satika - Sarlandy akan Propamkan Kapolres Taput AKBP Ernis Sitinjak, Kasat Reskrim Arifin Purba, dan KBO Satreskrim, Mula Sihombing.
Baca Juga:
Koordinator Kuasa Hukum Paslon Satika-Sarlandy, Dwi Ngai Sinaga SH MH, mengungkapkan upaya melaporkan tiga pejabat Polres Taput tersebut, lantaran tidak profesional dalam menangani sejumlah perkara yang melibatkan kliennya.
Antara lain, sebut dia, soal pengaduan masyarakat atas keributan antara pendukung Cabup 01 dengan 02 di Kecamatan Simangumban dan berlanjut ke Pahae Jae pada 30 Oktober lalu.
Hingga kini, tindak lanjut atas laporan pihak tim pendukung 02 yang serius ditangani oleh Polres Taput. Sedangkan laporan dari pihak pendukung 01 masih sebatas lidik.
"Laporan mereka yang baru masuk empat hari, sudah diproses dengan menangkap empat orang. Padahal kejadian bentrok antar pendukung ini kan saling lapor. harusnya berbarengan mereka tangani. Artinya jika sudah ada tersangka dan penahanan terhadap klien kami, tindakan serupa juga seharusnya mereka lakukan atas laporan kami," ujarnya didampingi rekannya Jimmy Albertinus SH MH dan Benri Pakpahan SH di Tarutung, Kamis (7/11).
Dwi Ngai juga menyoal salah satu dari empat orang yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka atas nama Rivai Simanjuntak (RS) sesuai Surat ketetapan nomor : S.Tap/154/XI/2024/ Reskrim tentang penetapan tersangka atas nama Rivai Simanjuntak dalam perkara tindak pidana secara bersama sama melakukan kekerasan terhadap orang dan barang di jalan lintas Tarutung - Sipirok di depan Coffe Ta Desa Nahornop Marsada, Pahae Jae.
Dwi Ngai menyebut pihaknya akan menindaklanjuti secara khusus. Sebab informasi yang mereka peroleh, status tersangka terhadap RS sudah dicabut menjadi saksi, serta penahanannya ikut ditangguhkan.
Dan sesuai hasil keterangan dari RS, ia memang tidak berada di lokasi pada saat kejadian keributan antar pendukung Cabup tersebut pada tanggal 30 Oktober. Namun, Polres Taput terlalu tergesa gesa menetapkannya sebagai tersangka bahkan tanpa ada pemanggilan maupun pemeriksaan sebelumnnya.
"Menarik bagaimana status dari tersangka menjadi saksi. Kami bisa buktikan dan ini pengakuan RS serta saat kami pertanyakan ke KBO soal status itu. Jawaban KBO saat itu tanyakan ke penyidik, jawaban penyidik tanya pimpinan. Kami rasa ini (status saksi terhadap RS) menunjukkan Polres Taput tidak mampu dan tidak profesional menangani perkara ini," ujar dia.
Sementara tiga orang lainnya yang sudah ditetapkan tersangka sudah ditahan oleh Polres Taput diantaranya RZS, DP dan YS. Menurutnya penetapan sebagai tersangka dan penahanan yang dilakukan kepada 3 orang kliennya itu dianggap terlalu dipaksakan.
"Kalau penydik menangkap seseorang hanya karna ada di tempat kejadian berdasarkan video, berarti semua lah di tangkap. Karena keterangan dari 3 orang klien kami tidak ada melakukan pemukulan. Penetapan tersangka seharusnya siapa yang melakukan, bukan siapa yang ada di lokasi kejadian melalui video," ujarnya.
Sementara, lanjutnya, dari kubu 02 meski telah dilaporkan sejak 3 November kemarin, hingga saat ini belum ada satu orang terduga pelaku yang ditangkap atau ditahan oleh polisi.
"Berdasarkan fakta dan bukti yang kami miliki, ada tujuh hingga delapan orang pelaku dari pihak lawan yang seharusnya sudah ditahan oleh Polres Taput. Tapi nyatanya penanganan perkara ini justru sangat lambat mereka laksanakan," ujar Dwi Ngai.
Jimmy Albertinus SH MH dan Benri Pakpahan SH menambahkan, dalam hal ini pihaknya terkhusus paslon Satika-Sarlandy sangat dirugikan mengingat tinggal 20 hari lagi Pilkada serentak di Taput akan digelar.
"Kami sangat berharap laporan pengaduan kami segera dinaikkan ke tingkat sidik karena semua permintaan dari Polres Taput telah kami lengkapi, telah kami jalani tetapi hingga hari ini para tersangkanya belum juga ditangkap. Kami khawatir para tersangkanya sudah melarikan diri. Atas adanya perbedaan penanganan laporan ini, kami akan melaporkan ke pihak Propam Polda Sumut kemudian akan meminta gelar perkara khusus terhadap para tersangka atas tiga orang klien kami," papar Jimmy.
Mereka menduga ada intimidasi dari pihak tertentu terhadap Polres Taput sehingga tidak profesional dalam menangani laporan
Karena itu mereka memohon kepada seluruh pihak terkhusus Komisi III DPR RI, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan media agar segera menanyakan kasus ini kepada Polres Taput.
Benri Pakpahan menyebut, perkara ini harusnya diberi atensi khusus dan bila perlu diturunkan tim atau bahkan ditarik ke Polda Sumut sehingga penanganannya lebih fair dan terang benderang.
"Kami berharap kasus ini ditangani Polda Sumut agar penyidiknya diganti sehingga semuanya menjadi terang benderang, serta ada kepastian baik terhadap pelapor maupun terlapor. Sebab penanganan antara laporan kami dengan mereka sangat jauh sekali. Semoga bapak Kapolri dan Kompolnas mendengar ini agar tidak ada lagi pengecualian dalam penanganan hukum oleh Polres Taput," kata dia.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Taput Walpon Baringbing mengatakan bahwa setelah Polres Taput menerima laporan dari 4 orang pelapor tentang penganiayan di Pahae Jae, dan setelah dilakukan saksi saksi dan alat bukti, ada beberapa orang pelaku sehingga polisi melakukan penangkapan terhadap 4 orang yang diduga pelaku.
"Namun setelah dilakukan pemeriksaan setelah mereka ditangkap, satu dari empat orang belum terpenuhi unsur turut melakukan tindak pidana. Sehingga atas nama RS dilepaskan. RS dikembalikan keluarganya. Terkait sudah ditetapkan sebagai tersangka, status RS kini sudah menjadi saksi. Sedangkan 3 lainnya mereka masih proses penyidikan lebih lanjut dan ditahan di RT polres Taput," kata Baringbing.
Baringbing juga tidak mencela dengan akan dilaporkannya Kapolres dan jajarannya ke Propam Poldasu.
" Tidak masalah. Kita tidak boleh halangi mereka (kuasa hukum) untuk membuat laporan ke Propam. Kita sudah melaksanakan tugas secara profesional dan proporsional," sebutnya.**
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News