Jakarta, MPOL - Partai Gelombang Rakyat (
Gelora) Indonesia optimistis bakal mendulang kesuksesan seperti Partai Demokrat, Partai Gerindra dan Partai Nasdem yang bisa langsung duduk di Senayan saat pertama kali mengikuti pemilu legislatif (Pileg) sebelumnya, demikian Mahfuz Sidik dalam
Gelora Talk bertajuk 'Menanti Kejutan Partai Baru pada Pemilu 2024' , Rabu (7/2). Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif SPIN Igor Dirgantara dan Peneliti Ahli Utama BRIN Prof Dr Siti Zuhro.di Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya kalau kita merujuk ke sejarah pemilu legislatif pasca reformasi, tercatat ada tiga partai, yang ketika berdiri ikut pemilu dan langsung bisa duduk di Senayan, itu ada Partai Demokrat, Partai Gerindra dan kemudian Partai Nasdem. Dan Partai
Gelora punya tren yang baik, mudah-mudahan akan memberikan kejutan dalam Pemilu 2024.
Partai
Gelora sebenarnya memiliki ciri yang relatif sama dengan Demokrat, Gerindra dan Nasdem, yakni pada ceruk atau pasar yang sama.
"Tapi yang membedakan, Partai
Gelora ini pasarnya atau kolamnya ini tidak sekedar dari kanan ke tengah. Dan perlu diingatkan, juga bahwa Partai
Gelora ini dari unsur pimpinan pusat dan provinsi, hampir seluruhnya politisi senior yang pernah lolos ke Senayan."
Karena itu, meski pada saat pendirian berada dalam situasi Covid-19 dan tidak memungkinkan melakukan konsolidasi yang masif, Partai
Gelora berhasil melalui situasi tersebut dan menjadi peserta Pemilu 2024.
"Partai
Gelora punya satu kekuatan teritorial untuk menggerakkan mesin politik partai. Dari hasil survei, alhamdulillah ada tren kenaikan elektabilitas terus. Dari survei internal yang diadakan pertahun ada tren kenaikan signifikan. Pada tahun pertama elektabilitas masih sekitar 0,3 %, tahun kedua mencapai 1 %, tahun ketiga sudah mencapai 1,6 % dan memasuki tahun keempat sudah diangka 3 persen.
"Tren kenaikan elektabilitas ini, sebenarnya menujukkan kekuatan teritorial Partai
Gelora terus berkembang, meski dengan berbagai keterbatasan. Tetapi komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan struktur dan para caleg kita berhasil membangun jaringan dibawah."
Sehingga berbagai program unggulan Partai
Gelora, termasuk narasi membangun Indonesia sebagai superpower baru, mulai diterima dengan baik oleh masyarakat.
Narasi Partai
Gelora tersebut, juga sejalan dengan ide pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadikan Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045, sehingga memberikan coattail effect bagi Partai
Gelora.
Hal inilah, yang kemudian menyebabkan, tren elektabilitas Partai
Gelora naik terus menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
"Kami bersyukur selama tiga tahun trennya naik terus, sekarang sudah diatas 3 %. Sekarang pandangan mata kita, semua energi sedang kita fokuskan dalam beberapa hari ini untuk mencapai 4 %. Mudah-mudahan Partai
Gelora akan memberikan kejutan di 2024, lolos ke Senayan," tutur Mafhuz Sidiq.
Sementara itu, Direktur Eksekutif lembaga Survei and Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan, strategi yang digunakan Partai
Gelora agar tembus ke Senayan sudah tepat, melalui berbagai program yang disampaikan.
"Strategi Partai
Gelora juga ada kesamaan dengan apa yang diampaikan Prabowo dalam pidatonya, bahwa Prabowo-Gibran dan koalisinya punya strategi transformasi bangsa ini, yang disebut superpower seperti dalam Pembukaan UUD 1945 ikut melaksanakan ketertiban dunia, dan ingin memerdekakan Palestina."
Program Wajib Belajar 16 Tahun, termasuk di dalamnya kuliah gratis mendapatkan sambutan positif di masyarakat, termasuk program pemberantasan buta huruf baca Al'Qur'an.
"Jadi ketika ditanyakan ke responder, program apa yang paling anda ingat, programnya Partai
Gelora, Wajib Belajar 16 Tahun. Kalau bahasanya Pak Anis Matta, kuliah gratis. Sebenarnya memperpanjang wajah belajar dari SD/SMP/SMA sampai 9 tahun jadi 16 tahun, ditambah kuliah gratis. Itu diingat masyarakat." Karena itu, mudah sebenarnya bagi Partai
Gelora untuk lolos ke Senayan dan melampaui ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4%, selain programnya diterima masyarakat, Partai
Gelora juga mendapatkan coattail effect atau efek ekor jas skor tertinggi dari dukungan politik ke capres, selain Partai Gerindra dan PSI.
"Dari data survei kami terakhir yang belum kami publikasikan, elektabilitas Partai
Gelora sudah 3,8 % dari sebelumnya 3,6 % pasca debat terakhir. Keyakinan kami, Partai
Gelora mampu melewati ambang batas parlemen 4 %," tutur Igor.
Selain itu, Direktur Eksekutif SPIN ini, masyarakat mengetahui, bahwa program rekonsiliasi nasional antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto yang disuarakan pertama kali oleh Ketua Umum Partai
Gelora Anis Matta dan Wakil Ketua Fahri Hamzah juga mendapatkan respon positif.
"Program tentang rekonsiliasi itu menjadi daya tarik di masyarakat itu pertama kali di kumandangkan Pak Anis Matta, sehingga terjadilah rekonsiliasi Pak Jokowi-Pak Prabowo. Dan Pak Fahri Hamzah yang pertama kali menyebut nama Gibran untuk melanjutkan rekonsiliasi tersebut," tutur Igor.
Sedangkan Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro mengakui, capaian Partai
Gelora dalam perpolitikan di Indonesia saat ini luar biasa.
Dimana pengelolaan manajemen organisasinya sangat modern, bukan bertumpu pada permodalan, tapi ditekankan pada kualitas seperti Parti ID, sehingga ada rasa saling memiliki diantara kader partai.
"Saya kira Partai
Gelora akan menjadi partai modern, bukan partai dinasti, itu sudah kuno, sehingga partai politik akan menjadi showroomnya para politisi handal."
Ia yakin Partai
Gelora akan menjadi partai yang paling matang ke depannya dalam membangun infrastruktur partai, apalagi dikuatkan dengan program pendidikan Wajib Belajar 16 tahun.
"Saya senang
Gelora ini pro pendidikan, meskipun bentuk partainya religius nasionalis. Tapi saya sarankan agar Partai
Gelora perlu ada benchmark baru seperti misalnya Golkar. Infratruktur yang terbangun sudah bagus, meski ceruk Golkar diambil dan partainya beranak-pinak, tetap nomor 2 atau 3."
Siti Zuhro optimistis Partai
Gelora akan lolos ke Senayan, meskipun persyaratan ambang batas parlemen 4 persen bagi partai baru tidak mudah. Namun, dengan ketokohan Anis Matta dan Fahri Hamzah, elektabilitas Partai
Gelora naik terus.
"Syarat untuk lolos ambang batas yang 4 persen itu ada tiga syarat. Pertama adalah ketokohan, karena masyarakat Indonesia suka mengikuti tutur dari pimpinan. Kedua adalah segmen basis massa yang jelas, dengan ideologi Pancasila."
Adapun syarat ketiga adalah modal. Namun, meski Partai
Gelora memang tidak punya modal besar, tetapi komunikasi politik yang dilakukan Partai
Gelora sangat efektif, bukan sekedar memberikan janji palsu kepada masyarakat.
"Ini yang harusnya dilakukan partai kita agar masyarakat tidak minta uang terus, sekarang saatnya mengubah organisasi partai, menjadi partai modern seperti yang dilakukan Partai
Gelora, kualitasnya dulu dibangun, ini luar biasa."
Sebelum menjadi partai, pendirian Partai
Gelora sudah disiapkan terlebih dahulu melalui sebuah organisasi masyarakat (ormas), ormas Garbi, seperti halnya ormas Nasdem milik Partai Nasdem.
"Sekarang bagi Partai
Gelora tinggal memetakan ceruk-ceruk dukungannya melalui benchmark. Agar kehadiran partai
Gelora memberikan makna kebaruan, di terima oleh pemilih muda, untuk mengantiisipasi bonus demografi. Benchmark ini misalnya, ketika nanti sudah duduk di legislatif, Partai
Gelora tidak akan diam saja melihat kesulitan masyarakat ketika barang-barang naik dan seterusnya," tegas Siti Zuhro.*
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News