Pendidikan Anak Bagaimanapun Orang Tua Menjadi Contoh

Jumat, 13 Maret 2020 | 23:18 WIB

Jakarta – Pendidikan anak bagaimanapun peran orang tua menjadi contoh. Demikian Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengatakan dalam diskusi “Marak Kekerasan pada Anak, Ancaman Bagi Generasi Penerus Bangsa” bersama anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI, Dyah Roro Esti, dan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, Jumat (13/3) di DPR RI Jakarta.

Menurut Yandri keprihatinan terhadap kekerasan terhadap anak dan sebaliknya perilaku kekerasan yang dilakukan anak terhadap sesama anak hingga pembunuhan, kunci utama adalah pendidikan karakter di dalam keluarga. “Orang tua bagaimanapun menjadi contoh bagi anak-anaknya. Karena itu, jika pendidikan agama, Pancasila, dan perekonomiannya baik, diamalkan dengan tegas dalam keluarga, maka karakter anak akan nilai-nilai agama dan Pancasila itu akan baik pula,” katanya.

Dilihat dari nilai-nilai agama dan Pancasila seperti akhlak, moral, baik buruk, kemanusiaan, toleransi, harus saling menghargai dan menghormati satau sama lain meski berbeda agama, suku, budaya, bahasa dan sebagainya dipastikan anak-anak akan tertanam dengan nilai-nilai tersebut. Dengan begitu, maka anak-anak, akan menghindari perilaku kekerasan dan pelanggaran hukum terhadap sesama anak, dan sebaliknya orang tua kepada anak. “Jadi, kunci utama adalah keluarga. Tapi, kalau orang tuanya perokok, pemakai narkoba dan berperilaku buruk, maka anak akan mengikuti,” tambahnya

Pemerintah pusat dan daerah, DPR RI, masyarakat dan orangtua semua harus bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak. “Baik pendidkan, anggaran, dan aturan perundang-uandangan, karena mereka ini generasi masa depan bangsa,” tutur Yandri Susanto.

Sedangkan Dyah Roro Esti mengatakan, anak-anak sebagai generasi penerus bangsa  akan masuk dalam demografi 2020-2045, dimana Indonesia akan masuk keempat besar kekuatan ekonomi dunia. “Anak-anak yang kini berusia 0 – 18 tahun akan menjadi ujung utama di era demografi 2045 itu,” jelasnya

Pilar-pilar menuju anak berkualitas di 2045 tersebut kuncinya ada di keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat, dan media. “Keempat pilar ini menjadi penentu baik buruk, berkualitas tidaknya anak-anak di masa datang,” tutur Dyah Roro Esti.

Sementara itu Ketua KPAI Susanto mengatakan data KPAI tahun 2019 terdapat 4.369 kasus. Kasus ini variatif, yaitu anak berhadapan dengan hukum misalnya anak sebagai pelaku, saksi, dan korban; kasus rebutan pengasuhan anak; kasus pornografi dan cyber crime. “Trennya sejak KPAI berdiri tahun 2004 sampai sekarang atau sekitar 16 tahun, anak berhadap dengan hukum paling tinggi kasusnya seperti pelaku bully, asusila, pencurian maupun yang lain,” tutur Susanto. (ZAR)