Kamis, 21 November 2024

Demokrasi dalam Ancaman: Mengatasi Krisis dan Menjaga Kepercayaan Publik

Penulis: Karfika Suci Ramadani (0306213208), Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Rini Sinik - Jumat, 05 Januari 2024 08:53 WIB
Demokrasi dalam Ancaman: Mengatasi Krisis dan Menjaga Kepercayaan Publik
Negara yang otoriter lazimnya memiliki karakteristik: Kepemimpinan yang sewenang-wenang; Pemilu tak lebih sekadar hajatan politik yang pemenangnya sudah ditentukan, tentu dengan menggunakan beragam modus kecurangan; Legislatif hanya menjadi stempel atas kebijakan penguasa; Lembaga negara, seperti badan intelijen, dengan data-data yang dimilikinya, dijadikan sebagai instrumen untuk mengancam lawan-lawan politik atau siapapun yang mencoba membangkang kemauan politik penguasa; Kuantitas dan atau gerak partai politik dikendalikan dan dibatasi sedemikian rupa; Pembuatan kebijakan dilakukan tanpa melibatkan masyarakat banyak; Anti atau sulit menerima kritikan atau masukan. Siapapun yang mencoba bersikap kritis dihadapi dengan tuduhan sebagai merongrong negara, melawan ideologi negara, dan radikal; Memaksakan kepatuhan yang bersifat mutlak kepada siapapun.

Baca Juga:
Hal ini menyebabkan positioning partai-partai politik atau bahkan ormas keagamaan sekalipun dibikin serba salah dan kesulitan dalam menjalin relasi dengan rezim otoriter.

Sejak Indonesia merdeka, karakteristik di atas lebih sering hadir dalam jagat politik Indonesia. Dimulai pada era Orde Lama, tepatnya sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan 1967. Kemudian berlanjut selama Orde Baru berkuasa 1967-1998. Di era Orde Lama, suasana kehidupan politik yang demokratis praktis hanya dirasakan pada periode Demokrasi Parlementer.

Sementara di era Orde Baru hanya dirasakan satu hingga dua tahun selepas Soeharto berkuasa. Selebihnya, tepatnya ketika Soeharto mulai ingkar janji untuk menyelenggarakan pemilu yang seharusnya dilaksanakan tahun 1968 (baru dilaksanakan 1971) sampai 1998, politik berjalan secara otoriter. Praktis selama kurang lebih 38 tahun Indonesia hidup dalam genggaman rezim otoriter.

Demokrasi adalah fondasi utama dalam kehidupan masyarakat modern. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, demokrasi dihadapkan pada berbagai ancaman yang mengahancurkan kepercayaan publik dan mengancam stabilitas politik. Krisis ekonomi, retorika politik yang memecah belah, dan serangan terhadap kebebasan bermedia andil dalam membuat demokrasi kita rapuh.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Rini Sinik
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Rektor : UINSU Akan Prioritaskan Lulusan Berskala Internasional
UINSU Terbukti Perguruan Tinggi Yang Sangat Baik dan Berprestasi
Kedua Kalinya, UINSU Rebut Tempat Kedua Paritrana Award 2024 BPJS Ketenagakerjaan Tk. Sumut
5.613 Mahasiswa Baru UINSU Ikuti PBAK
UINSU Resmi Mulai Perkuliahan di Kampus V Tebing Tinggi Awal September
UINSU Buka Seleksi Jalur Mandiri Tahap II
komentar
beritaTerbaru