Jakarta, MPOL: Penegakkan hukum kita tidak bisa dipisahkan dari Pemilu 2024 demikian Denny Indrayana (virtual) mengatakan dalam diskusi Forum Legislasi “Mencermati Putusan MK” (Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK dan Bocoran Sistem Pemilu) bersama anggota Komisi III Habiburokhman Komisi III DPR RI dan pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis, dan Dosen Fakultas hukum Universitas Islam Riau M. Rizqi Azmi dan Supriansah (Fraksi P.Golkar, di DPR RI Jakarta.
Menurut Denny Indrayana pertama bagaimana kita memahami, berbagai kasus, putusan, yang fakta-fakta itu berada di hadapan kita dan supaya tidak gagal paham apa yang bisa kita ambil, kesimpulan apa dan langkah apa yang bisa kita alakukan.
Saya ingin memberikan kesimpulan dan amatan saya, dari informasi-informasi yang saya kumpulkan, kalau saya ke Indonesia saya ketemu bapak Mahfud MD, saya bertemu dengan beberapa pimpinan partai dan teman-teman anggota dewan, kemudian saya ketemu beberapa konsultan politik, bertemu dengan rekan-rekan media juga, maka saya berkesimpulan terkait dengan penegakan hukum kita adalah tidak bisa dipisahkan dari pemilihan umum 2024.
Pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2024 sangat mewarnai dunia hukum di tanah air saat ini, itu pula yang perlu kita jadikan kacamata analisis, pada saat melihat apa yang terjadi di MK (mahkamah konstitusi) jadi kesimpulan saya adalah dengan menyedihkan, terpaksa mengatakan, sudah saya sampaikan di banyak forum, dan saya ulangi di forum ini apa yang saya analisis itu satu demi satu muncul dan terbukti, bahwa instrumen hukum, penegak hukum, putusan hukum, itu hanya sekarang dijadikan alat alias instrumen bagian dari strategi pemenangan Pemilu 2024.
Saya mendapatkan istilah mendapatkan informasi bukan mendapatkan bocoran, saya memakai istilah NK akan memutuskan,memang belum ada keputusan, saya memakai istilah dari orang yang saya sangat percaya kredibilitasnya, bapak Mahfud mentweet dari A1, saya sengaja tidak menggunakan istilah A1 dengan sadar tidak menggunakan itu, karena A1 itu bermakna rahasia, yang saya lakukan informasi yang rahasia atau bersumber dari MK, jadi hari ini tadi saya lebih tegaskan lagi, bahwa sumber yang saya dapat bukan dari MK karena itu tidak ada pembocoran rahasia negara, kalau bocornya dari MK ada pembocoran rahasia negara tetapi karena informan saya bukan dari MK, maka tidak ada pembocoran rahasia negara, tutur Denny Indrayana.
Sedangkan Habiburokhman mengatakan ada beberapa hal yang senada dengan pernyataan beliau tetapi ada beberapa hal yang saya anggap berbeda. Pertama yang paling penting saat ini sebenarnya urgent untuk kita diskusikan untuk kita sikapi bersama adalah soal kemungkinan MK mengeluarkan putusan proporsional tertutup ya dalam sidangnya dalam waktu dekat ini.
Jadi bukan hanya di era pemerintahannya Jokowi sebetulnya, sejak zaman dulu, sejak saat-saat sebelumnya, namanya putusan pengadilan terhadap perkara-perkara penting seringkali sudah diketahui oleh banyak pihak sebelum benar-benar disampaikan, jadi secara ideal namanya lembaga penegak hukum itu independen, itu secara ideal tapi pada prakteknya, realitasnya dia bisa saja ya lembaga penegak hukum itu, tutur Habiburokhman.
Begitu juga Supriansah mengatakan Saya pertama akan menyampaikan terkait dugaan adanya kalau dari tadi pagi kemarin saya mengatakan ada bocoran tapi tadi saya mendengarkan dari prof Deni menyatakan bahwa ada informasi yang diterima. Jadi prof Denny sudah menyampaikan bahwa ini sebenarnya bukan bocoran tetapi beliau mendapatkan informasi dan beliau menyampaikan informasi tidak berarti dari dalam MK, tetapi ada orang yang beliau mungkin percaya sehingga keluarnya di publik sehingga kita semua ini termasuk saya sebagai pihak yang pro terhadap terbuka, tentu kaget.
Ini saya sampaikan bahwa bicara sistem Pemilu di Republik ini, saya tentu masih berpikir bahwa terbuka itu masih kita anggap yang terbaik untuk republik ini kenapa karena kita sudah lama menjalani yang namanya tertutup, dari kecil dulu kita ini kan tertutup ini pemilihannya, orang tua kita diajak ke TPS saat kita masih kecil, memilih yang namanya tanda gambar, kemudian berubah menjadi terbuka, harapannya terbuka karena ini menjadi adalah bagian daripada penguatan kedaulatan rakyat, rakyat yang memiliki kedaulatan untuk menentukan wakilnya yang akan duduk di DPR, yang akan duduk di legislatif, mulai dari DPRD kabupaten kota, provinsi sampai dengan pusat.
Inilah kita anggap karena ada keterlibatan penuh rakyat untuk menentukan, berarti kedaulatan ada di tangan rakyat, orang mengatakan ternyata setelah dikembalikan ke rakyat untuk memilih, banyak wakil-wakil rakyat yang menjadi anggota legislatif ternyata tidak berfungsi baik ketika duduk di sana, kalau saya apa bedanya kalau dikembalikan ke tertutup Yang menentukan itu adalah partai, kalau partai menentukan ya tentu juga pimpinan-pimpinan partai yang memiliki kedaulatan untuk menunjuk orang, siapa yang bisa menjamin bahwa yang ditunjuk itu adalah orang yang berkwalitas setelah duduk menjadi anggota DPR, sama saja, kenapa kita tidak memperbaiki yang kurang-kurang, misalnya dikatakan anggota DPR yang duduk kita bicara tentang DPR RI karena kita di DPR RI sekarang, anggota DPR RI yang mestinya datang ke DPR ini tunjukkan dirimu sebagai wakil rakyat, banyak kepekaan-kepekaan yang mesti kau rasakan di tengah-tengah rakyat, berbicara kalian, berbicara yang pedas, bicara yang susah sekalipun, tetapi demi kepentingan bangsa dan demi kepentingan rakyat, itukan harapannya orang, kenapa ini tak diperbaiki, tutur Supriansah.
Sementara itu Margarito Kamis menegaskan jika keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan jabatan komisioner KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun itu tak ada yang salah. Karena.itu, Presiden Jokowi mesti terbitkan surat Keputusan (SK) untuk memperpanjang jabatan komisioner KPK tersebut.
“Demikian juga bocornya putusan MK soal Pemilu dengan proporsional tertutup. Bagaimana disebut bocor, kalau belum ada rapat pimpinan hakim (RPH), belum ada pengajuan dan apalagi belum ada keputusan. Lalu apa yang bocor, ibarat gak ada hujan kok bocor? Jadi gak ada itu kebocoran,” tegas Margarito.***