Pancasila yang Digali dari Nilai-Nilai yang Ada Sudah Final

Rabu, 7 Juni 2023 | 19:50 WIB

Jakarta, MPOL: Pancasila yang digali dari nilai-nilai yang ada sudah final, demikian Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid (FPKB) mengatakan dalam diskusi Empat Pilar “Memaknai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” bersama Wakil Ketua MPR RI Syarif Hasan (F.Partai Demokrat) dan Direktur Eksekutif Voxpol Pangi Syarwi Chaniago, Rabu (7/6) di DPR RI Jakarta.

Menurut Jazilul Fawaid bulan Juni bulan Pancasila dan Pancasila selalu disakralkan diperingati dan kadang juga dimanfaatkan kalau memberikan makna, Pancasila itu adalah pandangan hidup yang digali dari nilai-nilai yang ada itu sudah final, tetapi maknanya belum tentu final, karena perkembangan zaman itu selalu berubah-ubah.

Saya kasih contoh dari sisi katakanlah kalau sekarang bulan pemilu, pemilihan presiden di Indonesia juga berubah-berubah, kalau itu istilahnya sila ke-4 konstitusinya mestinya nggak berubah, jadi bung Karno dulu mengenalkan demokrasi terpimpin, hal ini terpimpin enggak, habis itu zamannya Pak Harto tidak dipilih langsung, hari ini sejak reformasi tahun 2024 presiden dipilih langsung, dulu enggak ada DPD sekarang ada DPD, artinya semuanya akan memaknai Pancasila sila ke-4 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kemudian diatur perwakilannya sekarang ada DPD.

Dulu PKB pernah mengusulkan bubarin aja DPD, artinya implementasi dari makna Pancasila, makna permusyawaratan, makna perwakilan, makna hikmah kebijaksanaan itu berubah-berubah. saat ini orang dianggap bijaksana Kalau ikut cawe-cawe, misalkan gitu, pada saat tertentu dianggap tidak bijaksana kalau ikut cawe-cawe.

Itulah maknanya berganti-ganti, bahkan di zaman orde Baru Pancasila itu menjadi alat untuk mengatakan atau untuk memberikan labeling kepada lawan politiknya, jadi Pancasila itu memang sakti, Pancasila bisa dimanfaatkan apa saja dan Karena itulah founding father menempatkan Pancasila sebagai filosofi palsafah hidup bangsa yang memaknai semuanya, tutur Jazilul Fawaid.

Sedangkan Syarief Hasan mengatakan esensi persoalan bangsa kita semuanya yaitu bagaimana memaknai persatuan melalui Pancasila dan saya pikir saya sangat setuju sekali kita semuanya yang hadir sebagai bangsa yang besar tentunya kita punya satu komitmen, bahwa Pancasila adalah merupakan ideologi bangsa kita Pancasila adalah merupakan filosofi negara kita filosofi bagi setiap warga negara. Sehingga kalau kita menyikapi tentang arti dari Pancasila secara komprehensif maka saya yakin dan percaya bangsa ini akan semakin besar ke depan.

Kedua untuk menjadi besar ke depan, tentu ada proses-proses yang harus kita lalui, proses perjalanan kita lalui itu adalah interaksi di antara warga negara dan untuk kita harus pelihara bahwa dan kita harus saling mengingatkan, bahwa kita ini adalah bangsa yang besar dan kita dipayungi oleh Pancasila yang merupakan salah satu daripada bangsa ini.

Kalau bukan Pancasila Saya pikir kita ini sudah menjadi negara federal, tetapi Alhamdulillah sampai sekarang kita masih tetap utuh menjadi negara Pancasila yang berpenduduk 275 juta rakyat Indonesia dan Alhamdulillah juga kita sampai saat sekarang kita masih tetap utuh sebagai negara yang memiliki falsafah Pancasila, tegas Syarief Hasan.

Sementara itu Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, memaknai Pancasila dari konteks yang misalnya apa yang disampaikan oleh Benedict Anderson bahwa bangsa Indonesia itu dikatakan ada yang merasa itu kita masih ada, kita masih memiliki tapi ada juga yang sebagian mazhab mengatakan kita tidak memiliki, ibarat kambing kita bisa potong kambingnya, kita bisa makan meskipun kita tidak menggembalakannya, kita tidak pemilik tapi banyak orang yang menikmatinya, tetapi ada juga kita yang memiliki kambingnya tapi nggak pernah menikmatinya.

Jadi konteks bawa Benedict Anderson itu menggambarkan bahwa Indonesia itu masih dimiliki atau Indonesia itu tidak dimiliki dalam konteks kedaulatan rakyatnya, rakyat yang kemudian bahwa tema misalnya PDIP hari ini haul bung Karno itu kan juga jelas, fakir miskin, anak terlantar dipelihara oleh negara, apakah memang konteks di dalam undang-undang itu kita memiliki atau menguasai karena juga ada konteks orang memiliki belum tentu menguasai tapi ada orang yang menguasai tapi enggak perlu memiliki, nah itu yang terjadi konteks Indonesia hari ini.

Mungkin saya agak berbeda dengan Pak Jazilul bahwa kepemilikan Pancasila itu tidak bisa diklaim oleh kepemilikan pribadi, karena kepemilikan pribadi itu hampir sama nanti dengan ormas yang saya enggak perlu sebut, ada ormas yang ada logo Pancasilanya, tapi itu indikator kriteria dia tergantung beliau, tapi kemudian ini disalahgunakan ya untuk kepentingan kelompok, golongan dan dimanfaatkan Pancasilanya untuk kepentingan pragmatis, ini probem juga.

Ada juga kemarin saya Pancasila, kemudian yang lain tidak, nah ini kemudian memunculkan political demokrasi yang tidak equal, jadi mereka menarik embarkasi Yang jelas bahwa saya paling Pancasila anda tidak, pada saat yang sama memunculkan juga diskriminasi dan tertuduh dan kemudian distempel sangat berbahaya juga untuk merusak harmoninya, kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ini yang menjadi menarik dalam konteks Pancasila hari ini yang saya juga sebetulnya Pancasila itu juga bisa dimaknai dalam konteks yang menarik sebetulnya konteks bagaimana nilai-nilai lokal yang ada di indonesia hari ini, Pancasila dan kearifan lokal itu juga menjadi penting. Jadi jiwa-jiwa nasionalisme Pancasila itu dengan kearifan lokal juga mulai hilang hari ini, bagaimana berpikir tentang kearifan lokal.

Saya menarik ya apa yang disampaikan oleh Konghucu itu ya pernah bilang kesatuan atau Pancasila itu kuat atau tidak, Itu tergantung kalaupun kita hari ini punya militer atau ada makanan, ada kepercayaan, militer dan makanan bisa dibuang tapi kalau kita sudah tidak ada kepercayaan maka banyak orang meninggalkan NKRI, seperti kerajaan tempo dulu dan seperti TKI kita.

Mestinya memang bagaimana mencintai Indonesia ke Indonesiaan kita, ke Bhinekaan yang luar biasa ini yang penting itu Trust hari ini bukan distrust, tapi kalau distrust yang terjadi maka untuk membangun trust building ini menjadi penting, tutur Pangi Syarwi Chaniago.***