DPR RI Belum Menerima Draf RUU Omnibus Law

Selasa, 11 Februari 2020 | 23:16 WIB

Jakarta (medanposonline.com) – DPR RI sampai saat ini belum menerima draf RUU Omnibus Law. Demikian Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi mengatakan dalam
dalam forum legislasi “RUU Omnibus Law, Mana yang Prioritas, Mana yang Dipending?’ bersama anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma, pengamat hukum tata negara Margarito Kamis dan Effendy Simbolonm, Selasa (11/2) di DPR RI Jakarta.

Menurut Achmad Baidowi, DPR RI sampai hari ini belum meneirma draf RUU Omnibus law. Baik yang terkait dengan cipta lapangan kerja maupun perpajakan. Karena itu jangan tuding DPR sembunyikan RUU tersebut. “Selama ini yang tertuduh RUU Omnibus law itu selalu DPR. Padahal kami belum menerima draf-nya. Masyarakat pun merespon pro dan kontra. Itu draf yang mana?” katanya.

Karena itu, pemerintah didesak untuk segera mengirimkan draf RUU tersebut  agar segera bisa dibahas dan pasti melibatkan berbagai kelompok kepentingan masyarakat. “Jadi, draf yang diprotes masyarakat itu benar atau tidak, DPR tidak tahu,” jelasnya.

Pada prinsipnya DPR pasti mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Namun, aspek kemanusiaan lainnya harus mendapat perhatian. Seperti perlindungan hukum, jaminan kerja, dan sebagainya. “Jadi, karena draft belum ada, maka DPR tak akan membahas yang tak ada, nanti ikut ilegal,” tutur Achmad Baidowi.

Sedangkan Filep Wamafma mengatakan hanya meminta kejelasan kewenangan antara Pmerintah Pusat, Gubernur dan Bupati. Khususnya di Papua terkait sumber daya alam (SDA), karena meski sudah ada otonomi khusus (Otsus), tapi semua perizinan masih ditangani oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Selain itu, meski ada kewenangan di tingkat Bupati (Otda), tapi pada pelaksanaannya masih harus dapat izin dari Gubernur dan seterusnya. “Saya kira itulah yang perlu disempurnakan, agar tidak ada tumpang tindih kewenangan di daerah dan pusat,” tutur Filep Wamafma.

Sementara itu Margarito Kamis mengatakan mustahil sebuah UU yang merupakan kumpulan dari berbagai aturan perundang-undangan dilakukan selama 100 hari. “Amerika saja membahas UU Kompetitif law itu selama 3 tahun dengan membentuk 9 Komite,” tuturnya.

Begitu juga Effendi Simbolon mengatakan bicara Omnibus Law adahal yang baru bagi Indonesia tetapi prinsipnya kalau yang kita dengar ini adalah cara yang ingin di jadikan sebuah terobosan untuk mencari bagaimana menyederhanakan hampir seluruh undang-undang yang ada yang selama ini menjadi undang-undang, menjadi pedoman dalam khususnya berinvestasi di Indonesia.

Tetapi pointnya yang kita dengar sih, Ini adalah cara bagaimana menyederhanakan seluruh, sekian puluh UU dan bahkan peraturan turunannya dan kemudian menjadi empat Omnibus Law yang menjadi tatanan perundangan yang menjawab bagaimana dinamika 5 tahun kedua dari periode Jokowi ini, tutur Effendi Simbolon. (ZAR)