Jakarta, MPOL -
DPR RI kejar penyelesaian RUUEBT, Indonesia siap pimpinan transisi energi di ASEAN demikian Ketua
Komisi XII Bambang Patijaya mengatakan dalam forum Legislasi "
RUU EBT Kembali Dibahas Menanti Energi Terbarukan Sebagai Soulusi Energi" Selasa (25/2) di
DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya kalau RUU ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Dengan target pembangunan 107 GW energi dalam 15 tahun ke depan, di mana 75% di antaranya berasal dari energi baru terbarukan. Karenanya, ia menilai
RUU EBT sebagai langkah strategis dalam memastikan ketahanan energi nasional dan menjawab tantangan global menuju Net Zero Emission.
"Sebenarnya, pembahasan
RUU EBT sebelumnya sudah hampir rampung pada periode 2019-2024 di Komisi VII
DPR RI. Namun, karena alasan teknis, pembahasannya harus dilanjutkan ke periode saat ini."
Pembahasan
RUU EBT menjadi prioritas
Komisi XII DPR RI,sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Ia juga menekankan bahwa regulasi ini sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% agar Indonesia bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi negara industri maju.
"Selain sebagai strategi ketahanan energi,
RUU EBT juga bertujuan untuk menjawab tantangan global, khususnya komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission. Hal ini semakin relevan dengan proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang diperkirakan mencapai 107 GW dalam 15 tahun ke depan, dengan 75 GW berasal dari sumber energi baru terbarukan."
Dalam kaitannya dengan kebijakan energi nasional,
Komisi XII DPR RI juga telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kebijakan Energi Nasional. PP ini memberikan landasan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan strategis terkait pemenuhan energi. Selain itu,
Komisi XII DPR RI ,juga terus berkoordinasi dengan PT. Perusahan Listrik Negara (PLN), dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan implementasi bauran energi baru terbarukan sesuai target.
Bambang menekankan bahwa
RUU EBT juga mendukung agenda hilirisasi dan industrialisasi nasional. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan transisi energi menuju sumber yang lebih ramah lingkungan bisa berjalan efektif dan mendukung kemandirian bangsa dalam sektor energi.
"Dengan berbagai urgensi tersebut, saya optimistis pembahasan
RUU EBT akan segera diselesaikan agar Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam memanfaatkan energi baru terbarukan untuk pembangunan nasional yang berkelanjutan," tuturnya.
Sedangkan pengamat Energi Kurtubi menekankan bahwa kebijakan energi yang pro-investasi serta pengelolaan sumber daya yang optimal, termasuk pemanfaatan energi nuklir, dapat menjadi solusi jangka panjang bagi ketahanan energi Indonesia.
Sejak dirinya masih berada di Komisi VII
DPR RI (sekarang
Komisi XII DPR RI),
RUU EBT telah menjadi wacana yang tak kunjung mendapat kepastian hukum. "Saya mendukung agar undang-undang ini segera disahkan. Ini sudah dibahas sejak lama, sementara dunia terus mengalami peningkatan suhu akibat emisi karbon tinggi," ujarnya.
Menurutnya, batubara yang selama ini menjadi tulang punggung energi di Indonesia memiliki dampak besar terhadap perubahan iklim global. Oleh karena itu, diperlukan peralihan ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan nuklir agar Indonesia tidak tertinggal dalam upaya global menuju netralitas karbon, tutur Kartubi.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani