Kamis, 06 Februari 2025

Prabowo Bisa Jadi Penengah Perang Tarif Antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China

Zainul Azhar - Kamis, 06 Februari 2025 13:58 WIB
Prabowo Bisa Jadi Penengah Perang Tarif Antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China
Jakarta, MPOL - Presiden Prabowo bisa jadi penengah perang tarif antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China demikian dalam Gelora Talks bertajuk 'Perang Tarif Amerika Vs Kanada, Ada Apa?, Rabu (5/2) di Jakarta..

Baca Juga:
Menurutnya "Indonesia sebagai negara middle power, bisa menjadi penengah agar negara-negara besar ini tidak bertarung terus perang tarif."Apabila perang tarif ini terus berlanjut, maka Indonesia juga akan menjadi korban. Dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan semakin melemah dan terpuruk.

"Saya melihat dari perang tarif ini, yang menderita kita-kita juga. Buktinya nilai kurs dollar sekarang sudah Rp 16.400. Kalau terus dibiarkan, maka rupah akan terpuruk."

Indonesia bersyukur sekarang dipimpin Presiden yang memiliki visi global seperti Prabowo Subianto. Sehingga dapat diterima dengan baik para pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump.

"Beliau bisa dengan gampang telepon dengan Presiden Trump. Mudah-mudahan Presiden kita memberikan mitigating factors. Indonesia bisa memainkan perannya disini, sehingga perang tarif tidak berlanjut," tutur Imron Cotan.

Mantan Duta Besar Australia tahun 2003-2005 dan Tiongkok tahun 2010-2013 ini mengatakan, perang tarif tersebut, akan berdampak pada jalur logistik dan menambah ketegangan baru di kawasan Asia-Pasifik, terutama di Laut China Selatan.

Ia menilai perang tarif, tidak hanya menimbulkan kerusakan ekonomi negara yang bertikai, tapi juga kehancuran ekonomi secara global, terutama ekonomi negara-negara kecil.

"Saya pernah jadi juru runding untuk menengahi pertikaian dua gajah, dua pemain global antara Amerika dengan China. Ketika berhasil itu, dan inilah yang harus di kapitalisasi Presiden kita sekarang." Yakin Presiden Prabowo dapat memberikan 'win-win solution' kepada AS, Kanada, Meksiko dan China, sehingga ekonomi semua negara di dunia bisa tumbuh di tengah ketidakpastian global saat ini.

"Perang tarif ini memang menjadi taktik Presiden Trump agar dapat perhatian dunia, terutama negara negara yang punya perdagangan surplus dengan Amerika Serikat." Namun, Presiden AS Donald Trump untuk sementara menunda 'perang dagangnya' ke Kanada dan Meksiko pada Senin (3/2/2025) waktu setempat, setelah dibalas pengenaan tarif serupa sebesar 25 persen. Sementara China dikenakan tarif 10 persen, tutur Imron Cotan.

Sementara itu, Ketua Koordinator Bidang Ekonomi DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Dr. Bramastyo B. Prastowo. Bramastyo mengatakan perang tarif antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China tidak akan berpengaruh secara langsung kepada Indonesia.

"Kalau Indonesia tidak akan kena dampak perang tarif ini. Karena perekonomian kita tidak langsung berhubungan dengan Amerika, jika melihat data ekspor-impor Indonesia." Data ekspor-impor Indonesia ke AS sangat kecil, tidak sampai satu persen, sekitar 0,8-0,9 persen saja. Sementara perdagangan AS dengan Kanada, Meksiko dan China mencapai 40 persen.

"Makanya Trump sengaja menerapkan tarif tinggi ke Kanada, Meksiko dan China sebagai langkah strategis untuk bisa mendapatkan langsung dana segar dari penganaan tarif ini."

Trump ingin mendapatkan pajak yang tinggi dari ini melalui pengenaan tarif ekspor barang luar negeri yang masuk ke AS. "Jadi bagi Trump ini seperti percaturan, sehingga membuat orang menjadi berpikir ulang atau sedikit pusing untuk ekspor ke Amerika."

Meski tidak ada dampak secara langsung dari perang tarif ini, namun situasi tersebut, bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Kanada, Meksiko dan China. Ekonom Terapan dan Antropolog ini berharap ada perbaikan proses tata kelola perdagangan Indonesia dengan negara tersebut.

"Jadi ketika perdagangan dengan Amerika tidak banyak, maka Indonesia bisa menambah peluang perdagangan dengan Kanada, Meksko dan China. Ekspor-impor kita harus ditingkatkan," tegasnya.

Sedangkan Pakar Politik Luar Negeri dan Keamanan Pitan Deslani mengatakan, bahwa perang tarif antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China, sebenarnya bukan perang tarif, melainkan perang strategi yang dilakukan Presiden Donald Trump.

"Jadi yang terjadi, ini bukan perang tarif, tapi perang strategi. Melibatkan semua perdagangannya, militernya, strategi geopolitiknya semua terlibat." Hal itu dilakukan Trump, karena ekonomi AS dalam situasi tekanan yang sangat berat, dan hutang negeri Paman Sam pada 2025 sudah mencapai sekitar 36,2 triliun dollar AS.

"Jadi Presiden Trump ini berada dalam satu masa dimana tekanan ekonomi dalam negerinya sangat berat. Makanya dia mau mengambil Kanada jadi provinsi ke-51 dan mengambil alih Greenland (Denmark) dengan menambah kekuatan alutsistanya di sana."

Hutang AS itu, kata Pitan, dilakukan para investor mereka ke negara lain, dimana hutang terbesar pengusaha Amerika ke Jepang mencapai 1 triliun dollar AS. "Lalu, dengan hutang yang besar itu, dibayarnya pakai apa? Tentu dia berharap dari pajak, pajak tarif. Lalu, penjualan senjata berat ditingkatkan, mencari sumber daya di negara lain. Kalau elektronik sudah diambil China dan Taiwan, maka target terbesarnya dari situ, dari pajak."

Menurut Pitan, volume perdagangan terbesar AS, sebenarnya bukan Kanada, tetapi dengan Meksiko. Baru setelah itu dengan Kanada, China, Jepang dan Jerman.

"Jadi kepentingan Amerika kepada Meksiko, karena 50 persen pusat penyulingan minyak Amerika _offshore,_97 persen berada di Teluk Meksiko. Kepentingan dia besar, sekali disitu," jelasnya.

Selain soal minyak dan kekayaan lainnya di Teluk Meksiko, Trump juga punya kepentingan untuk mencegah imigran ilegal dari Meksiko masuk ke AS.

"Pendatang yang tidak terdaftar atau ilegal, masuk Amerika mencapai 11 juta orang, 50 persennya berasal dari Meksiko. Trump mecurigai, imigran dari Meksiko ini membawa fentanyl, semacam narkoba sintetis yang kadarnya setarus kali lebih kuat dari morfin dan heroin." Sehingga Trump tidak ingin generasi Amerika hancur dan ditemukan teler di jalanan. Makanya, Trump marah besar kepada Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum yang mengijinkan orang-orangnya masuk ke Amerika membawa fentanyl.

"Trump kasih waktu sebulan ke Meksiko seperti ke Kanada, menunda pengenaan tarif 25 persen, apakah masih banyak orang-orang Meksiko yang masuk membawa fentanyl ke Amerika."

Karena itu, kebijakan Presiden Trump sebenarnya tidak terkait dengan perang dagang, termasuk dengan China, karena yang terjadi adalah perang strategi geopolitik global.

"Kenapa Kanada marah besar kepada Amerika, karena sudah dibantu waktu Badai Katrina dan kebakaran dua kali di Los Angles mati-matian, malah mau dimasukkan jadi bagi provinsi Amerika," tutur Pitan.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Rini Sinik
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Dirlantas dan Kasat Lantas Jajaran Ikuti Rapim, Kapoldasu Berikan Penekanan Dua Poin Utama Soal Lalulintas
Menang di MK, Syarwani, SH Minta Rico- Zaki Realisasikan Janji- Janji Politik kepada Warga Medan
Inovasi dan Kolaborasi Jadi Kunci Kemajuan Koperasi di Era Digital
Ekonomi Hijau dan Hilirisasi UKMK Perempuan Petani Sawit Naik Kelas di Sumut
Sebanyak 1,3 Ton Sabu Disita, Konsistensi Kapoldasu Ungkap Narkoba Diganjar Penghargaan Kapolri
Ketua MIGAS Watch : Pemerintah Diminta Tindak Mafia Gas
komentar
beritaTerbaru