Minggu, 22 Desember 2024

DPR Imbau Kemenkes Libatkan Pemangku Kepentingan dalam Menyusun Aturan Turunan PP No. 28/2024 tentang Kesehatan

Zainul Azhar - Rabu, 18 Desember 2024 20:38 WIB
DPR Imbau Kemenkes Libatkan Pemangku Kepentingan dalam Menyusun Aturan Turunan PP No. 28/2024 tentang Kesehatan
Jakarta, MPOL - DPR RI imbau Kemenkes libatkan pemangku kepentingan dalam menyusun aturan turunan PP No. 28/2024 tentang Kesehatan demikian anggota Komisi IX DPR-RI Kurniasih Mufdayati dalam forum diskusi bertajuk "Refleksi terhadap Implementasi PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan" yang digelar Forum Kebijakan Publik Indonesia (FKPI), Rabu (18/12) di Jakarta.

Baca Juga:
Menurutnya Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menggodok 15 Rancangan Peraturan Kementerian Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Dalam prosesnya, draft yang disampaikan Kemenkes melalui situs www.partisipasisehat.kemkes.go.id menuai banyak protes dari berbagai kalangan, utamanya industri, yang menilai aturan turunan dibuat tanpa basis data yang cukup sehingga berpotensi merugikan dan mengancam keberlangsungan industri.

"Saya terlibat pembahasan UU Kesehatan, kebetulan waktu itu sebagai ketua tim, jadi menyelami sekali. Proses penyusunan UU Kesehatan sudah melibatkan banyak pihak. Akan tetapi, meski sudah sah UU ini belum bisa diimplementasikan. Perlu ada PP yang kemudian diikuti oleh Permenkes. Sayangnya memang kami tidak dilibatkan oleh Kemenkes pada saat penyusunan PP, dan sekarang sudah ribut-ribut di RPMK. Yang soal reproduksi sudah kami diskusikan kembali. Nanti awal Januari setelah reses kami akan fokus pada pasal-pasal tembakau," tutur Kurniasih.

Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda, Biro Hukum, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kesehatan, Iwan Kurniawan menyebut bahwa ada arahan dari Menteri Kesehatan untuk menunda proses pengesahan RPMK agar dapat menyerap aspirasi lebih banyak pihak.

"Dalam menyusun aturan kami mengedepankan prinsip meaningful participation atau partisipasi bermakna dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Tapi yang namanya aturan, pastilah kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Fokus kami adalah kesehatan sesuai tupoksi kami.

Jadi memang benar adanya, kalau ditemukan dengan kepentingan industri tertentu seperti tembakau, ya kami seperti minyak dan air. Ya, tapi titik temunya selalu kita diskusikan, seperti pada forum-forum seperti ini," tanggap Iwan.

Sedangkan Hari Prasetiyo, pengamat hukum Universitas Indonesia yang hadir sebagai salah satu panelis menilai yang menjadi keresahan industri sehingga memicu protes adalah beberapa kata yang ada pada UU Kesehatan, tapi justru hilang dalam PP Kesehatan, sehingga memicu multitafsir pada aturan turunan. Menyikapi komentar Kurniasih Mufidayati yang menyoal hilangnya kata "sudah menikah" setelah kata "pasangan usia subur" pada aturan terkait alat kontrasepsi, Hari menyebut pada aturan terkait rokok elektronik kata "rendah risiko" yang ada pada UU juga hilang di aturan turunannya."Kemenkes memang tidak memerlukan persetujuan pihak lain dalam menyusun aturan, tapi ya tetap wajib mendengarkan. Penilaian saya jika memang yang disasar oleh Kemenkes adalah penurunan prevalensi perokok anak, maka aturan harus dibuat berdasarkan profil risiko sesuai yang diamanatkan di UU Kesehatan. Jadi ya harus dibedain, nggak bisa disatukan," tutur Hari.

Dalam sambutan penutupnya, Kurniasih menegaskan agar pihak-pihak yang merasa belum puas akan aturan-aturan yang ada, termasuk terkait PP No.28/2024 ini dapat mengajukan diskusi ke pihaknya. "Seluruh stakeholder perlu duduk bersama dan mencari solusi terbaik untuk semua pihak. Kami di Komisi IX tidak bisa undang stakeholder lain yang bukan mitra kerja. Namun, kami sangat terbuka untuk siapapun hadir dan melakukan audiensi. Kami welcome dengan semua yang hadir," tegasnya.

Begitu juga pengamat Kebijakan Publik sekaligus Ketua FKPI, Trubus Rahardiansah, mengatakan bahwa pelibatan masyarakat sangatlah penting dalam suatu proses perumusan regulasi. Penerapan suatu aturan haruslah dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi masyarakat dan untuk mewujudkannya, diperlukan sinergitas antarseluruh pemangku kepentingan. "Kolaborasi ini penting karena kesehatan adalah kebutuhan dasar publik. FKPI membantu mendorong keluhan-keluhan, aduan-aduan. Pelibatan pemangku kepentingan sangat dibutuhkan, terutama dalam merumuskan aturan turunan lainnya ke depan," tutup Trubus.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Rini Sinik
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Komite III DPD RI Desak Kemenkes Percepat Pemerataan Layanan Kesehatan dan Akses Obat Murah di Daerah
Tinjau Kesiapan Fakultas Kedokteran, Kemenkes RI Visitasi Unimed
komentar
beritaTerbaru