Kamis, 21 November 2024

Skema Power Wheeling akan Menggerus APBN dan Berpotensi Kurangi Program Strategis Presiden Terpilih Prabowo Subianto

Zainul Azhar - Selasa, 10 September 2024 18:37 WIB
Skema Power Wheeling akan Menggerus APBN dan Berpotensi Kurangi Program Strategis Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Jakarta, MPOL - Skema Power Wheeling akan menggerus APBN dan berpotensi kurang program strategis presiden terpilih Prabowo Subianto demikian pengamat pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan dalam Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI dengan tema 'Urgensi RUU Energi Baru Terbarukan untuk Mempercepat Transisi Energi' Selasa (10/9) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Menurutnya DPR RI sebaiknya membatalkan pasal terkait skema pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) atau power wheeling. Power wheeling yang masuk ditengah-tengah pembahasan dan menjelang disahkannya Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sangat jelas akan membawa banyak mudharat (keburukan) karena akan menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Power wheeling, terang Fahmy merupakan mekanisme yang mengizinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik EBET sekaligus menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN. Harga sewa penggunaan jaringan transmisi dan distribusi ditentukan oleh pemerintah.

"Mengizinkan IPP menjual listrik secara langsung kepada konsumen sesungguhnya merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan konstitusi." Pelanggaran terhadap konstitusi itu, di antaranya: UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan, Keputusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 dan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 mengatakan: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara."

Selain itu, membuka akses power wheeling ke wilus baik wilus-PLN maupun wilus-non-PLN industri, justru akan menggerus pendapatan PLN lantaran 90% pendapatan PLN berasal dari pelanggan industri. Serta menggerus pendapatan PLN, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) bersifat intermittent yang dipengaruhi matahari dan angin.

Kemudian, peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Kalau tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN. "Membengkaknya pengeluaran APBN untuk kompensasi PLN sudah pasti akan menggerus APBN yang berpotensi mengurangi anggaran APBN untuk membiayai program strategis Presiden terpilih Prabowo Subiyanto, termasuk program makan bergizi gratis," tutur Fahmy.

Sedangkan aggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mulyanto menegaskan fraksinya sudah menyatakan penolakan skema power wheeling dalam rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. "PKS sendiri menolak pasal terkait power wheeling dalam RUU EBT karena bukan saja persoalan sewa jaringan. Yang utamanya adalah dengan power willing maka pembangkit listrik swasta dapat menjual langsung listrik maka tidak lagi terjadi monopoli oleh negara."

Sebab dengan konsep atau sistem itu, sehingga seller oleh PLN yang selama ini dimonopoli negara melalui Perusahaan Listri Negara (PLN) berubah menjadi multiplayer oleh pihak swasta. "Maka ini adalah liberalisasi sektor. Artinya adalah harga listrik nanti akan mengikuti mekanisme pasar. Ini yang kami tolak karena bertentangan dengan konstitusi," tutur Mulyanto.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Rini Sinik
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru