Jakarta, MPOL - Wakil Ketua Komisi X DPR RI apresiasi langkah mahasiswa mengadukan kenaikan uang kuliah tunggal (
UKT) demikian pada Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR RI, Abdul Fikry Faqih mengatakan dalam forum Legislasi: Mencari Formulasi Terbaik soal Aturan Biaya Kuliah Usai Kenaikan
UKT Dibatalkan" bersama pemerhati pendidikan Asep Sapaat, Selasa (28/5) di DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurut Abdul Fikry Faqih latar belakangnya adalah adik-adik mereka yang mengadukan kenaikan itu
UKT yang di luar nalar. Tahun lalu yang
UKT-nya 2,5 juta sekarang 10 juta, yang
UKT-nya 4 juta sekarang 14 juta. Itulah yang mengakibatkan orang tua mereka menjerit. Kemudian kakak kelasnya mengusahakan dengan menyampaikan aspirasi itu kepada DPR RI." Komisi X DPR RI pun mengundang perwakilan para mahasiswa untuk mendengar keluh kesah mereka dan mencari solusi yang tepat mengenai kenaikan
UKT di luar nalar ini.
"Oleh karenanya kami respon untuk kita undang hari Selasa. Tidak bisa hari Selasa, kemudian BEM seluruh Indonesia mereka datang maka hari Kamis, 16 Mei 2024, mereka kita undang untuk menyampaikan aspirasinya." Intinya, para perwakilan mahasiswa menduga dari analisa temasi itu penyebab tingginya kenaikan
UKT adalah Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 tentang standar biaya.
"Hal itu diduga menjadi pemicu kenaikan yang begitu rupa, usulan mereka adalah Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 ini dicabut dan langsung kita respon." Pada tanggal 21 Mei 2024 Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim hadir di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI dan berjanji melakukan 3 hal untuk solusi permasalahan ini.
"Mendikbudristek berjanji: Pertama, Permendikbudistek 2024 akan dicabut atau direvisi apabila itu menjadi penyebab kenaikan yang tidak rasional; Kedua, akan mengundang perguruan tinggi perguruan tinggi negeri yang menaikkan
UKT di luar rasional, dan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswanya; Kemudian yang ketiga, akan ada pembenahan semua aspirasi dari mahasiswa perguruan tinggi yang akan diakomodasi dan disinkronkan untuk menjadi kebijakan perguruan tinggi yang lebih demokratis lebih adil dan lebih rasional untuk kemajuan bangsa Indonesia ini khususnya di bidang pendidikan," tutur Abdul Fikry Faqih.
Sedangkan Asep Sapa'at mengatakan bahwa langkah pemerintah membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (
UKT) belum akan menyelesaikan kisruh dan persoalan kualitas lulusan perguruan tinggi di tengah tudingan komersialisasi sektor pendidikan saat ini. Pengembalian uang mahasiswa yang kelebihan bayar saat
UKT naik perlu diapresiasi. Hanya saja hal itu belum menyentuh hal-hal yang mendasar di dunia perguruan tinggi menyusul munculnya kontroversi soal
UKT.
Ia menyarankan agar pemerintah memperbanyak program pengelolaan dana abadi (endowment fund) di perguruan tinggi dengan catatan dilakukan perubahan budaya manajerial. Budaya kerja profesional dan terbuka dalam mengelola dana abadi akan menjadi kunci keberhasilan program yang sudah lama berjalan di sejumlah perguruan tinggi tersebut.
Banyak perguruan tinggi terkemuka mengelola dana abadi untuk meningkatkan kualitas kampus dan mutu lulusan perguruan tinggi. Bahkan 65% mahasiswa di universitas Amerika Serikat dapat beasiswa rata-rata US$46.000 per tahun karena memiliki dana yang mumpuni. Sedangkan untuk keluarga miskin berpenghasilan di bawah US$65.000 bebas uang kuliah.
Setiap perguruan tinggi di Indonesia bisa mengelola dana abadi melalui kerjasama dengan para alumni dan para mitra lainnya. Dana itu kemudian digunakan dalam kegiatan bisnis yang bisa menghasilkan pendapatan untuk membantu perguruan tinggi dan mahasiswa. Dengan demikian perguruan tinggi tidak perlu repot-repot "berbisnis" dengan mahasiswa dengan menaikkan
UKT.
"Jadi dana itu bisa dikelola para alumni dan mitra-mitra kerjasama dan digunakan untuk menghasilkan pendapatan dari kegiatan bisnis," tutur Asep Sapa'at.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News