Kamis, 13 Maret 2025

DPR RI Dorong Revisi UU Transportasi, Atur Status Hukum Ojol dan Tarif yang Adil

Zainul Azhar - Rabu, 12 Maret 2025 23:48 WIB
DPR RI Dorong Revisi UU Transportasi, Atur Status Hukum Ojol dan Tarif yang Adil

Jakarta, MPOL - DPR RI dorong revisi UU Transportasi atur satus hukum Ojol dan tarif yang adil demikian Anggota Komisi V DPR RI Yanuar Arif Wibowo dalam Forum Legislasi "Revisi RUU LLAJ Diharapkan mengatur status hukum pengemudi transportasi Online hingga tarif layanan", Selasa (11/3) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:

Menurutnya Komisi V DPR RI tengah menggodok revisi Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), untuk memberikan kepastian hukum bagi pengemudi transportasi online, baik roda dua maupun roda empat.

Anggota Komisi V DPR RI Yanuar Arif Wibowo menyoroti ketimpangan regulasi yang membuat pengemudi ojol rentan terhadap eksploitasi, termasuk dalam sistem kemitraan dan potongan tarif.

Memang, diakui politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, bahwa transportasi online sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, namun hingga kini belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Menurutnya, UU Nomor 22 Tahun 2009 tidak mengakomodasi keberadaan transportasi berbasis aplikasi yang berkembang pesat dalam satu dekade terakhir. "Sejak ojek online (ojol) hadir, terjadi dinamika yang panjang, bahkan sampai konflik fisik di lapangan. Kini, banyak yang menjadikannya sebagai mata pencaharian utama, bukan sekadar pekerjaan sampingan. Pemerintah harus cepat merespons perkembangan ini dengan regulasi yang adil."

Ia juga menyoroti ketimpangan hubungan antara aplikator dan driver yang disebut sebagai 'kemitraan', tetapi dalam praktiknya lebih menyerupai hubungan kerja tanpa perlindungan. Salah satu isu utama adalah potongan tarif yang melebihi aturan, di mana seharusnya hanya 20% (15% untuk aplikator dan 5% untuk kesejahteraan driver), tetapi kenyataannya mencapai 25%.

"Tingginya potongan membuat driver sulit mendapatkan penghasilan yang layak. Padahal, sebagai mitra seharusnya mereka memiliki hak untuk berunding dan menentukan kebijakan bersama."

Selain membahas revisi UU LLAJ, Yanuar juga menyinggung kesiapan pemerintah dalam menghadapi arus mudik Lebaran 1446 H. Ia menyoroti upaya pemerintah dalam menurunkan harga tiket pesawat hingga 13-14% dengan mengurangi PPN dan biaya Passenger Service Charge (PSC).

Namun, ia berharap kebijakan ini tidak hanya berlaku saat musim mudik, tetapi juga diterapkan secara berkelanjutan untuk menekan harga tiket pesawat. Seraya juga menegaskan pentingnya koordinasi antarinstansi seperti Kementerian Perhubungan, PUPR, Kakorlantas, BMKG, dan Basarnas dalam memitigasi risiko bencana selama arus mudik.

"Kita harus pastikan mudik tahun ini aman dan lancar, terutama dengan cuaca yang tidak menentu seperti potensi longsor dan banjir." Dengan revisi UU LLAJ ini, diharapkan status hukum pengemudi transportasi online menjadi lebih jelas dan kesejahteraan mereka lebih terlindungi, tuturn Yanuar Arif Wibowo.

Sedangkan pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan soal revisi undang-undang mungkin saya bisa cerita agak ke belakang ya pada saat penyusunan RUU tahun 2009 itu sebetulnya sudah muncul perdebatan apakah ojek ini akan diatur di dalam undang-undang atau tidak itu sudah muncul. tapi keputusan akhirnya ada tidak kenapa Karena kalau ojek diatur di dalam undang-undang punya konsekuensi berarti negara mengakui sepeda motor itu sebagai modal transportasi umum padahal waktu itu semua itu pikirannya sama ojek ini sebetulnya suatu anomali dalam sistem transportasi.

Jadi keberadaannya itu ketika transportasi umumnya itu tidak ada atau jelek gitu sehingga keputusan untuk tidak memasukkan itu dengan harapan pemerintah Daerah itu membangun sistem transportasinya makanya di dalam pasal 138 ,150 itu didorong supaya pemerintah dan pemerintah daerah itu punya tanggung jawab untuk mengembangkan sistem transportasi umum tapi kan memang enggak jalan jadi kita harus ketahui yang jalan itu hanya beberapa saja DKI Semarang sekarang Banyumas terus Aceh Riau hanya seberapa itu itu pun kurang maksimal sehingga ketika sebetulnya Go-jek-nya ya Gojeknya itu memulai bisnisnya itu tahun 2010 tapi dia baru di launching itu 2015 jadi antara 2010 sampai 2015 ini penataan sistem dia baru di launcingh untuk 2015.

Sebetulnya isu soal kebutuhan payung hukum itu muncul belakangan muncul belakangan ketika ketika teman-teman pengemudi ini makin lama merasakan menurunnya pendapatan, tutur Darmaningtyas. (ZAR)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru