Omnibus Law Untuk Memperkecil Pengangguran

Selasa, 3 Maret 2020 | 20:19 WIB

Jakarta – Omnibus Law untuk memperkecil pengangguran, dan mempermudah investasi dan menciptakan kesejahteraan bagi pekerja. Demikian anggota F-PKB DPR RI, Abdul Kadir Karding mengatakan dalam forum legislasi “Kesiapan DPR Bahas Omnibus Law RUU Ciptaker” bersama Wakil Ketua Baleg DPR RI F-NasDem, Willy Aditya, anggota F-PDIP Muchamad Nabil Haroen, anggota F-PKS DPR RI Netty Prasetiyani, dan Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Iswan Abdullah, Selasa (3/3) di DPR RI Jakarta.

Menurut Abdul Kadir Karding, selama ini pengangguran terus meningkat, daya saing lemah, dan pertumbahan ekonomi tak bisa beranjak dari 5 persen. Maka pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berinsiaitif mempermudah inevstasi, melindungi tenaga kerja dan menciptakan kesejahteraan melalui RUU Omnibus law.

“Kita harus obyektif, omnibus law ini justru untuk memperkecil pengangguran, mempermudah investasi dan menciptakan kesejahteraan bagi pekerja, buruh. Tapi, kalau ada yang dianggap bermasalah, ya harus kita bahas bersama,” ujarnya.

Pengangguran saat ini mencapai 45,8 juta orang. Jumlah ini cukup besar dan kalau dibiarkan bisa menjadi problem ekonomi, sosial dan politik. Ditambah daya saing lemah, proses investasi yang sulit, maka pemerintah ingin keluar dari kondisi itu melalui omnibus law.

“Itu niat baik pemerintah sesuai Nawacita Jokowi agar Indonesia pada tahun 2045 menjadi kekuatan ke-4 ekonomi di dunia  setelah China, Amerika, India dan Indonesia. Saat itu gaji pekerja mencapai Rp 11 juta. Jadi, omnibus law adaptasi pemerintah terhadap dinamika global. Tapi, pasti tak akan liberal dan tetap berpijak pada Pancasila dan peradaban bangsa ini,” tutur Abdul Kadir Karding.

Sedangkan Willy Aditya mengakui kalau Omnibus Law ini sebagai wujud politicall Jokowi sebagai pemimpin negara untuk menyelamatkan perekonomian nasional. “Secara prosedur draft Omnibus Law itu sudah diterima pimpinan DPR RI. Hanya belum diputuskan oleh Bamus DPR apakah akan dibahas di Baleg atau Pansus?” katanya.

Sementara itu Netty Prasetiyani mengatakan, kalau kita bicara tentang RUU Omnibus Law Cipta kerja “fisiknya sendiri kita belum terima” belum lihat kalau bicara tentang Drafnya. Mungkin kalau pimpinan sudah menerima, juga itu belum sampai ke Baleg belum juga didistribusikan ke fraksi-fraksi, belum diserahkan ke Bamus dan dari Bamus ke fraksi-fraksi.

Jadi, memang satu catatan “kalau nggak ada api pasti nggak ada asap” Saya ga tahu ini yang beredar yang mana, kemudian menjadi catatan kritis dari teman-teman Serikat Pekerja, tutur Netty Prasetiyani. (ZAR)