Sejak negara Indonesia diproklamirkan menjadi negara merdeka, para pendiri Republik Indonesia sepakat bahwa negara berlandaskan pada hukum yang diartikan sebagai konstitusi dan hukum tertulis yang mencerminkan penghormatan kepada HAM. Undang-Undang Dasar ialah piagam tertulis yang sengaja diadakan dan memuat segala apa yang dianggap oleh pembuatnya menjadi asas fundamental dari negara tersebut.
UUD Tahun 1945 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UUD Tahun 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (maachstaat). Gagasan negara yang berlandaskan konstitusi dan hukum juga secara jelas terekam dalam perdebatan di sidang pleno konstituante pada saat membahas falsafah negara atau dasar negara, HAM, dan pemberlakuan kembali UUD 1945 antara kurun waktu tahun 1956- 1959.
HAM harus dipahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara.
Setiap orang di manapun ia berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban asasi ini merupakan ciri penting pandangan bangsa Indonesia mengenai manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di dalam perubahan kedua UUD 1945, pengaturan mengena konsep HAM tercantum dalam satu bab tersendiri yang terdapat dalam BAB XA dengan 10 pasal dan 24 ayat. Terkait jaminan penegakan HAM sebagai sebuah pilar negara hukum. Adapun rumusan mengenai HAM ini sangat detail yang mencakup seluruh aspek HAM yang diakui secara universal. Seluruh HAM yang termuat di dalam BAB XA UUD NRI 1945 keberlakuannya dapat dibatasi. HAM juga diperkuat dengan Pasal 28J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur HAM.
Sistematika pengaturan HAM dalam UUD NRI 1945 ini sejalan dengan sistematika pengaturan HAM dalam Universal Declaration of Human Right yang juga memposisikan pasal pembatasan HAM sebagai pasal penutup, yaitu Pasal 29 ayat (2) HAM yang diatur dalam perubahan kedua UUD NRI 1945 tidak ada yang bersifat mutlak, temasuk hak asasi yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1).
Pembatasan terkairt HAM di Indonesia memberikan kejelasan bahwa tidak ada satu pun HAM di Indonesia yang bersifat mutlak tanpa batas. HAM yang termuat dalam UUD NRI 1945 dapat digolongkan dalam empat kelompok :
1. Hak sipil dan politik
2. Hak ekonomi
3. Hak sosial dan budaya
4. Hak atas pembangunan
Selain hal tersebut di atas, ketentuan HAM terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun yang meliputi
1. Hak untuk hidup
2. Hak untuk tidak disiksa
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani
4. Hak beragama
5. Hak untuk tidak diperbudak
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum
7. Dan hak untuk tidak dituntut atas dasar yang berlaku surut.
Sebelum amandemen UUD 1945, tepatnya pada tahun 1988-1990 yaitu pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, telah dikeluarkan TAP MPR RI No. XVII/1998 mengenai HAM yang di dalamnya tercantum Piagam HAM Bangsa Indonesia dalam sidang istimewa MPR RI 1998, dan dilanjutkan dengan undang-undang UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Ketentuan yang termuat di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut telah mengakomodir DUHAM. Apa yang termuat dalam amandemen UUD 1945 pasal 28A hingga pasal 28J telah merujuk pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut, dengan rumusan kembali secara sistematis.
Ketentuan HAM dalam UUD NRI 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka seluruh ketentuan terkait HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Hal tersebut menjadi konsekuensi yuridis dirubahnya muatan materi konstitusi terkait HAM, sehingga negara tidak bisa beralasan apapun untuk tidak mentaati ketentua-ketentuan norma tersebut. Oleh sebab itu, Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab negara, khususnya pemerintah.
Namun perlu diingat, bahwa kebabasan dan hak-hak warga negara di sini bukan tidak ada batasannya, pengaturan mengenai HAM dalam konstitusi antara hak dan kewajiban warga negara diberikan porsi yang seimbang. Kebebasan HAM terhadap manusia lainnya dibatasi oleh undang-undang.
Pembatasan atas pelaksanaan HAM hanya dapat ditetapkan dengan undag-undang dengan maksud dan tujuan semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis. Inilah yang dimaksud dengan tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak, karena dibalik hak kita ada hak-hak orang lain yang wajib kita perhatikan sesuai garis yang telah ditentukan dalam falsafah Pancasila. (Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum, Fakultas Hukum USU)