Selasa, 22 April 2025

Pilar Keempat yang Terluka

Oleh: Tundra Meliala, Ketua Umum Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat
Redaksi - Selasa, 22 April 2025 16:40 WIB
Pilar Keempat yang Terluka
Di tengah gempuran informasi yang berseliweran di layar gawai kita, tak mudah lagi membedakan mana berita yang mencerahkan dan mana yang membawa agenda tersembunyi. Pers, yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, kini berada dalam posisi yang membingungkan: ditinggikan secara normatif, tetapi dalam praktik kerap tergelincir dalam pusaran kepentingan.

Baca Juga:
Sudah lama kita menerima dogma bahwa pers sejajar dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Fungsinya mulia: mengawasi kekuasaan, menyediakan informasi yang jernih, membongkar kebenaran yang tersembunyi, mendorong transparansi, serta mewakili suara rakyat. Namun, bagaimana bila pilar ini retak karena praktik yang justru mencederai semangat kebebasan itu sendiri?

Kasus wartawan TB dari Jak TV yang dituding menerima ratusan juta rupiah dari dua advokat untuk menyebar berita negatif tentang Kejaksaan Agung, membuka kembali kotak pandora jurnalisme pesanan. Bila tuduhan ini terbukti benar, maka yang rusak bukan hanya nama baik sang wartawan atau medianya, tapi juga kepercayaan publik terhadap media secara keseluruhan.

Tentu, harus diakui bahwa wartawan memiliki hak dan mandat untuk mengkritisi institusi negara. Namun, bila motivasi penyiaran berita lahir dari transaksi tersembunyi—bukan dari semangat mencari kebenaran—maka itu bukan lagi kontrol sosial, melainkan manipulasi informasi.

Beberapa yang membela menyatakan bahwa benar tidaknya suatu berita seharusnya dinilai oleh Dewan Pers, bukan aparat penegak hukum. Argumen ini masuk akal dalam konteks kemerdekaan pers. Tapi bagaimana bila persoalannya bukan sekadar isi berita, melainkan motivasi pembuatannya yang berbasis sogokan? Maka etika dan hukum berjalan seiring. Sebuah berita bisa saja faktual, tetapi bila dibuat atas dasar imbalan, ia sudah ternoda sejak awal.

Bukan rahasia lagi bahwa praktik "berita pesanan" bukan hal baru. Di musim pemilu, kita melihat bagaimana media digunakan sebagai alat kampanye terselubung, bahkan kampanye hitam. Wartawan dan media menjadi pemain dalam kontestasi politik dan ekonomi. Mereka bisa membesarkan atau meruntuhkan reputasi seseorang hanya dalam satu siaran atau satu artikel.

Sebagian mungkin berdalih: inilah era digital, di mana siapa pun bisa jadi wartawan, siapa pun bisa bikin media. Memang benar. Tapi justru karena itulah, kita harus lebih tegas dalam membedakan antara jurnalisme sejati dan produksi konten yang berbalut agenda tersembunyi.

Pendidikan jurnalistik yang serius, verifikasi perusahaan media yang ketat, dan seleksi wartawan dengan standar tinggi adalah keniscayaan. Tapi tanpa penegakan kode etik yang konsisten dan tegas, semua itu hanya jadi formalitas.

Tantangan terberat pers saat ini bukan hanya tekanan dari luar, tapi godaan dari dalam. Godaan untuk tunduk pada pemilik modal, pada rating, pada klik dan likes. Ketika wartawan mulai bekerja demi bayaran, bukan demi kebenaran, maka publiklah yang paling dirugikan.

Jika kita masih percaya bahwa demokrasi membutuhkan media yang bebas dan independen, maka kita pun harus berani menegakkan standar yang tinggi untuk mereka yang mengaku sebagai penjaga pilar keempat. Kita tak butuh lebih banyak media—kita butuh media yang lebih jujur. Kita tak butuh lebih banyak wartawan—kita butuh wartawan yang berintegritas.

Dan untuk itu, publik juga punya peran. Bukan hanya mengkonsumsi berita, tapi juga mengkritisinya. Bukan hanya menikmati sensasi, tapi juga menuntut transparansi.

Pilar keempat mungkin sedang terluka. Tapi ia belum roboh. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk membersihkannya—dari dalam dan dari luar.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Ketua DPRD Deli Serdang Zakky Shahri Terima Buku Hukum Era Digitalisasi Tulisan Kapuspenkum Kejagung
Apel Patroli Gabungan Tiga Pilar Satgas Anti Tawuran
Pemerintah Jangan Buka Ruang Pengadilan Jalanan: Kembalikan Marwah PWI
Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di SMAN 1 Kabanjahe, Anggota DPD RI Dr Badikenita Sitepu SE SH.M.SI:  Satukan Pemahaman  Menuju Indonesia Emas
Anggota DPR Sugiat Santoso : Pentingnya Empat Pilar Kebangsaan Disosialisasikan Kepada Mahasiswa
Musa Rajeckshah Sosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan Kepada Masyarakat di Desa Telun Kenas
komentar
beritaTerbaru